Kematian Gajah Sumatra di
daerah Aceh baru –baru ini menambah daftar panjang konflik manusia dan
satwa liar. Gajah yang mati tersebut diduga diracun disebuah perkebunan kelapa
sawit. Pertanyaan nya bahwa siapkah yang
harus disalahkan pada kejadian ini?
Manusianya kah yang dengan sengaja memberikan racun, atau
gajah yang sudah dianggap hama dan sering merusak perkebunan warga? Apakah
kejadian ini akan terus dan terus berlangsung?
Perlu kita kaji dan perhatikan lebih mendalam. Permasalahan
konflik manusia dan satwa liar adalah masalah klasik yang tak kunjung selesai,
terus terjadi dan berulang. Semakin lama
masalah ini menjadi semakin kompleks sehingga penyelesaianya pun semakin sulit.
Ada beberapa aspek yang perlu kita perhatikan bila ingin
melihat permasalahan konflik antara manusia dan
satwa liar. Aspek-aspek tersebut dapat berupa aspek Sosial- kemasyarakatan, ekonomi dan
aspek hukum.
Dari aspek Sosial-kemasyarakatan dan ekonomi, konflik antara
manusia dan satwa liar terkait erat dengan pembukaan hutan. Dengan perkembangan pertumbuhan penduduk saat
ini maka kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan area tempat tinggal juga menjadi semakin luas. Salah satu tempat
yang menjadi target perluasan area ialah
area hutan yang menjadi tempat tinggal bagi satwa liar.
Areal pemukiman yang dekat dengan hutan tentu sangat
berisiko didatangi hewan liar. Harimau menganggap area pemukiman merupakan
areanya untuk mencari makan. Sehingga dengan leluasa harimau masuk kedalam
pemukiman warga. Namun celakanya warga
menganggap harimau yang masuk kedalam pemukiman sebagai pengganggu yang harus
disingkirkan. Harimau dianggap berbahaya karena dapat menyerang warga dan dapat
menyerang hewan ternak warga. Hal ini akan semakin buruk jika kerusakan hutan
yang terjadi diarea tempat mencari makan harimau mengalami kerusakan. Bila terjadi kerusakan hutan maka otomatis
daerah mencari makan harimau semakin berkurang, sehingga hewan ini akan lebih
sering masuk kepemukiman warga untuk mencari makanan. Bila hal ini sudah terjadi maka penyelesaian
masalahnya akan semakin sulit.
Selain itu, pembukaan hutan dibeberapa daerah juga ikut
memperparah kondisi konflik antara satwa liar dan manusia. Konversi ini
menyebabkan semakin sempitnya areal hutan yang dimiliki oleh satwa liar. Pembukaan
hutan di daerah-daerah di indonesia saat ini banyak terkait dengan konversi
lahan hutan menjadi perkebunan sawit. Hutan-hutan dirambah dan dihancurkan
untuk digantikan dengan tanaman sawit yang dinilai lebih produktif. Bukan hanya
hutan produktif yang dirambah, bahkan hutan lindung pun sudah mulai di incar
oleh kalangan-kalangan ini untuk dirubah menjadi perkebunan sawit. Salah satu kasus konflik antara satwa liar
dan manusia yang banyak disoroti ialah kasus pembantain orang utan. Area hutan
yang menjadi tempat orang utan dirubah menjadi perkebunan sawit. Setelah
menjadi perkebunan sawit, orang utan kemudian dilarang masuk kedalam perkebunan
tersebut karena dianggap sebagai hama. Contoh lainya ialah Gajah yang di duga
diracun di Aceh. Gajah tersebut masuk kedalam perkebunan sawit yang dulunya
merupakan hutan area gajah tersebut mencari makan. Namun begitu dirubah menjadi
perkebunan sawit, gajah tersebut tidak boleh memasuki area tersebut. Bila masuk
maka kemungkinan untuk dibunuh dengan diracun.
Permasalahan lainya ialah, anggapan hewan liar sebagai hama.
Tidak hanya diperkebunan sawit, kerap satwa liar di gelari sebagai hama karena
biasa merusak perkebunan atau memangsa ternak milik warga. Bila hal ini terjadi maka tak dapat dielakan
lagi, konflik antara manusia dan satwa liar ini pasti terjadi. Kerugian akibat kerusakan lahan menyebabkan
masyarakat menjadi semakin antusias untuk menyakiti atau membunuh satwa liar.
Secara Hukum membunuh satwa liar yang dilindungi merupakan
tindakan yang melanggar hukum. Hal ini
diatur dalam UU no 5 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. Dalam undang-undag
tersebut secara jelas disebutkan tentang larangan menyakiti ataupun membunuh satwa liar yang
dilindungi. Namun dilapangan, penegakan hukum ini masih sangat lemah. Penegak
hukum pun terkesan tidak tegas. Dapat kita lihat bahwa pelaku-pelaku yang
melakukan perusakan hutan, pembunuhan
atau perburuan liar terhadap satwa liar masih banyak yang belum diproses
secara hukum.
Permasalahan konflik antara satwa liar dan manusia telah menjadi sangat kompleks saat ini. Namun
permasalahan utama dari konflik yang terjadi ialah adanya kerusakan habitat.
Bila kerusakan hutan yang ada terus menerus terjadi, maka konflik antar manusia
dan satwa liar tidak akan pernah bisa dihindari.
Pemerintah harus mulai serius untuk menganggapi hal ini.
Mengingat bahwa hewan liar sebagai salah satu bagian ekosistem. Hilangnya satwa
liar maka akan menyebabkan perubahan dari ekosistem yang dapat mempengaruhi
keseimbangan alam. Hal ini tentu akan berdampak pada manusia. Viva Veteriner
Komentar
Posting Komentar