Cerita tentang cerita
Penulis : Metrizal Abdi Taufik
KADIV KOMINFO IMAKAHI Cabang FKH IPB
#Bagian
I : Who am I ?
“Suatu hari saya berjalan
menaiki tangga. Saya hanya ingin menapaki jejak yang mungkin masih tersisa .
Saya bertemu dengan seseorang pria yang
tidak pernah ada. Dia melihat kearah ku dengan tatapan kosong. Hanya saja, dia
memang tidak pernah ada disana.”
Itu hanya sebuah kutipan disurat kabar yang ku baca pagi ini. Cuaca
kota Polo memang sedikit mendung di pagi yang harusnya kita bisa menikmati
siraman cahaya mentari pagi. Tapi apa boleh buat, mentari malu-malu bersembunyi
dibalik rindangnya awan. Suara-suara kicauan burung menemani pagi dengan
desiran angin sejuk. Aku hanya berusaha menikmati pagi ini. Ku pejamkan mata
sejenak, mendengarkan alunan musik alam
yang syahdu, dan menikmati aroma pagi yang segar. Kenapa aku ada disini? Sejak
kapan aku ada disini?
Orang-orang
memanggilku ‘Cosmos’, aku sendiri tidak tahu kenapa aku disebut ‘cosmos’. Jika
setiap anak yang lahir harus memiliki dokumen kelahiran, aku tidak punya sama
sekali. Jika setiap anak hidup dengan dekapan orang tua mereka, aku bahkan
tidak tahu siapa orang tuaku. Aku tidak ingat siapa yang telah melahirkanku,
aku tidak tahu siapa yang membesarkanku. Ah sejak kapan aku ada disini? Kenapa
aku ada disini?
Pagi itu aku hanya
duduk sendiri di tengah taman kota. Aku
melihat sekeliling taman dipenuhi oleh anak-anak bermain dengan riang. Apa
hidup kita hanya diisi dengan tawa dan bermain? Aku tidak tahu, tidak ada yang
pernah memberiku penjelasan. Setiap kali aku ingin bertanya, mereka seakan-akan
pergi menjauhi ku. Aku sepertinya dijauhi semua orang. Mereka menatapku dengan
tatapan kebencian, tatapan penuh curiga. Mereka memang tidak pernah bicara
padaku, tapi tatapan mereka selalu mengatakan ‘Hei kau! Pergilah dari
pandanganku!’. Inilah hidupku, life is
life.
Saat aku terlalu
jauh hanyut dalam pikiranku, tiba-tiba aku dikagetkan oleh sebuah bola yang
datang menghantam kepalaku. Aku langsung tersungkur diatas tanah, rasanya cukup
sakit dan membuatku pusing. Sambil berusaha bangun, seorang anak datang
kepadaku dengan berlari.
“Maaf Cosmos, kami
tidak sengaja. Apa kamu baik-baik saja?” teriak anak yang datang kepadaku
dengan setengah berlari. Anak pendek, berbadan gemuk, dengan rambut lurus
datang sambil mengambil bola dari tanganku. Berbeda sekali denganku, badanku
kurus, kecil, rambutku juga keriting.
“Aku tidak apa-apa,
Joe “ jawab ku sembari memberikan bola kepadanya.
“Apa yang kamu
lakukan sendirian disini?” tanya Joe.
“Tidak, aku hanya
mampir saja. Aku juga tidak tahu harus melakukan apa.”
“Hei, kenapa kau
tidak bergabung saja bersama kami? Kamu bisa jadi penjaga gawang, tim ku juga
kekurangan pemain. Ayo, ini pasti seru !” kata Joe.
“Apa aku boleh
bergabung?” tanyaku setengah percaya.
“Tentu saja, kenapa
tidak? Ayo buruan, mereka telah menunggu kita” teriak Joe penuh semangat.
Kami langsung
berlari ke arah lapangan kecil dimana keempat anak lain menunggu kedatangan
Joe. Mereka adalah Richard, Oliver, Jack, dan Jane. Jane, merupakan
satu-satunya perempuan diantara mereka, melambaikan tangannya ke arah kami.
“Whoaa... Cosmos,
kamu mau ikut bermain bersama kami?” ucap Richard. Richard merupakan ‘pemimpin’
kelompok anak-anak ini. Postur tubuhnya memang yang paling tinggi dan besar
diantara kami. Meski terlihat seperti bocah nakal, tapi sebenarnya Richard
adalah anak yang baik. Dia selalu melindungi teman-temannya dari kejahilan
bocah-bocah nakal. Selain itu, dia juga anak yang sangat penurut terhadap orang
tuanya.
“Oh, hehe..
iya...meskipun aku tidak begitu yakin” jawabku sambil menggaruk-garuk kepala
walapun tidak gatal.
“Ayolah, jangan
malu-malu begitu.” Kata Oliver.
“Okey... kita jangan buang-buang waktu
lagi. Tim kalah jadi pecundang !?” teriak Joe.
Apa hidup ini
sebuah permaianan? Kita berjalan dalam visualisasi ilusi. Batasan antara nyata
dengan ilusi sangat tipis. Aku tidak percaya saat ini sedang bermain bola.
Mungkin ini hanya ilusi mata yang menipu otak sendiri. Barangkali saja, diluar
sana saya sedang berbaring lemah. Ah... rasanya tidak juga. Saya melihat dengan
jelas wanita-wanita tua tergopoh-gopoh berlari kearah kami. Apa yang sedng
mereka kejar, atau mungkin mereka sedang dikejar sesuatu.
“Ayo pulang nak...
sebaiknya kita pindah tempat saja” jawab wanita yang paling kurus. Dia langsung
menarik Joe, menyeretnya menjauh dari lapangan.
“Tapi aku masih mau
bermain bola...? ayolah ma, kami sedang bertanding” rengek Joe.
“Ahhh sudah, kita
main yang lain saja. Tidak aman kalian bersama dia” sambung wanita hitam pendek
bertubuh gendut. Dia juga ikut turut serta menyeret anaknya, Oliver menjauhi
lapangan. Tak beda jauh, ketiga wanita lain juga menggendong, membawa buah hati
mereka menjauhi lapangan. Mereka meninggalkan ku sendiri disini. Mereka
menatapku dengan tatapan penuh hina. Mereka menatapku dengan tatapan penuh
benci. Aku tidak tahu, apa salahku. Aku hanya baru memegan bola saja. Bola? Ah
aku ingat, Joe lupa membawa bola bersamanya.
“Hei Joe ! kamu
meninggalkan bolanya ?!” teriak ku.
“Ambil saja olehmu.
Kami sudah tidak membutuhkannya !” balas wanita tua yang menyeret Joe.
Lagi, aku sendiri
lagi ditengah hampanya suara kehidupan yang terus menerjang menghantam pantai
yang terus terkikis. Rasanya sesuatu yang sesak memenuhi rongga dadaku. Hampir
rasanya aku tidak bisa bernapas. Tapi aku tidak tahu apa yang ada dalam dadaku
saat ini. Semoga ini hanya mimpi indah ditengah terik matahari.
Semakin dalam kau hanyut didalamnya, semakin kuat dia
akan menguasai dirimu. Kau akan meninggalkan semua sifat manusiamu. Apa lagi
yang bisa kau harapkan dengan semua itu? . Kau tidak ada bedanya dengan pria
yang kau temui di tangga itu, sayangnya dia memang tidak pernah ada disana. Kenapa kau ada disni? Sejak kapan kau ada disini?
Pergilah ! Kita orang-orang yang dilupakan sejarah !
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar