Langsung ke konten utama

Telur Tetas: Menjaga Kehidupan dari Dalam Cangkang

Di balik kulit cangkang yang keras, tersimpan rahasia kehidupan yang menakjubkan. Telur tetas bukan sekadar bahan pangan; ia adalah awal dari perjalanan seekor unggas baru. Bagi peternak, telur tetas adalah modal berharga untuk memastikan keberlanjutan produksi. Sementara bagi peneliti dan pecinta satwa, telur tetas merupakan contoh sempurna bagaimana keteraturan alam dapat berpadu dengan sentuhan teknologi.


Telur tetas adalah telur yang telah dibuahi oleh pejantan dan memiliki potensi untuk menetas menjadi anak unggas. Di dalamnya terdapat embrio yang, jika mendapatkan suhu, kelembapan, dan perlakuan yang tepat, akan berkembang hingga memecahkan cangkang. Proses ini dapat terjadi secara alami melalui pengeraman induk, atau secara buatan dengan menggunakan mesin tetas atau inkubator. Namun, tidak semua telur dapat dijadikan telur tetas. Hanya telur yang memenuhi kriteria tertentu yang memiliki peluang menetas tinggi. Telur tetas yang baik berasal dari induk yang sehat dan bebas penyakit, memiliki bentuk yang normal, kulit utuh tanpa retak atau noda berlebihan, ukuran sesuai standar, serta tidak berusia lebih dari tujuh hari sejak dikeluarkan induk sebelum dimasukkan ke inkubator. Selama penyimpanan, telur ditempatkan pada suhu 15–18°C dengan kelembapan 70–80%, posisi ujung runcing di bawah, dan diputar perlahan minimal sekali sehari untuk mencegah embrio menempel pada cangkang.

Proses penetasan secara buatan biasanya dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah inkubasi, berlangsung sejak hari pertama hingga hari ke-18 untuk ayam, dengan suhu sekitar 37,5°C dan kelembapan 55–60%. Pada tahap ini, telur dibalik secara rutin agar perkembangan embrio berjalan normal. Tahap kedua adalah hatching atau penetasan, dimulai pada hari ke-19 hingga anak unggas menetas. Suhu diturunkan sedikit menjadi sekitar 37°C dan kelembapan dinaikkan menjadi 65–70%. Pada fase ini, telur tidak lagi dibalik untuk memberi kesempatan embrio memposisikan diri memecahkan cangkang.

Pemantauan perkembangan embrio biasanya dilakukan dengan teknik candling atau peneropongan. Dengan cahaya khusus, peternak dapat memeriksa keberadaan dan perkembangan embrio pada hari ke-7, ke-14, dan ke-18. Telur yang tidak menunjukkan perkembangan atau mati embrio segera dipisahkan agar tidak mengganggu telur lainnya. Kebersihan juga menjadi faktor penentu keberhasilan penetasan. Mesin tetas harus disterilkan sebelum digunakan, lingkungan dijaga bebas hama, dan penangan telur dilakukan dengan tangan atau sarung tangan yang bersih untuk mencegah kontaminasi penyakit.

Telur tetas memiliki peran strategis dalam dunia peternakan. Ia adalah fondasi regenerasi populasi unggas dan penentu keberhasilan program pembibitan. Produksi telur tetas yang berkualitas akan memastikan pasokan bibit unggas sehat, baik untuk ayam pedaging, ayam petelur, itik, maupun unggas hias. Dalam skala yang lebih luas, keberadaan telur tetas berkualitas turut mendukung program swasembada protein hewani nasional.

Telur tetas mengajarkan bahwa kehidupan bermula dari hal sederhana, namun membutuhkan perhatian pada setiap detail. Dari bentuk dan kualitas kulitnya, cara penyimpanan, hingga pengaturan suhu dan kelembapan selama penetasan, semua berperan penting. Dengan penanganan yang tepat, dari sebuah telur dapat lahir generasi unggas baru yang sehat, produktif, dan menjadi bagian dari keberlanjutan sumber pangan dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Japanese Encephalitis di Indonesia

Japanese Encephalitis (JE) merupakan penyakit zoonosa yang dapat menyebabkan terjadinya radang otak pada hewan dan manusia. Penyakit ini bersifat arbovirus karena ditularkan dari hewan kemanusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini telah menyebar luas di Asia bagian Timur seperti Jepang, Korea, Siberia, China, Taiwan, Thailand, laos, Kamboja, Vietnam. Philipina, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Banglades, India, Srilangka, dan Nepal. Di Indonesia, kasus JE pertama kali dilaporkan pada tahun 1960 ( Erlanger 2010) . Kasus JE banyak di laporkan di daerah Bali. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. 2009 menyebutkan bahwa identifikasi kasus encephalitis dirumah sakit di Bali antara tahun 2001-2004 menemukan 163 kasus encephalitis dan 94 diantranya secara serologis mengarah pada kasus JE. Selain itu , kasus JE pada manusia juga dilaporkan di beberapa daerah yaitu di Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggra Tim...

Stud tail ( Feline Tail Gland Hyperplasia)

Pernah punya kucing yang ekornya selalu kotor berwarna hitam , kadang berkerak, bahkan sampai bisa menyebabkan kebotakan? Klo teman-teman punya kasus serupa ini biasa disebut Stud tail   atau istilah kerenya Feline Tail Gland Hyperplasia. Pengertian Kasus Stud Tail merupakan suatu kondisi ketika ekor kucing jantan memiliki kelenjar Apokrin ( keringat )   dan kelenjar Sebaceus ( minyak) yang aktif pada bagian atas ekor. Kelenjar ini menghasilkan hipersekresi lilin yang membuat lesi kucing menjadi berkerak dan membuat kerontokan pada rambut (bulu). Jika kondisi ini sudah parah, maka bisa membuat ekor kucing menjadi rentan terhadap infeksi bakteri dan menyebabkan bau tak sedap. Kasus ini umumnya terjadi pada kucing jantan walaupun demikian tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada kucing betina. Selain di bagian ekor kondisi ini juga bisa terjadi dibagian bawah dagu kucing. Penyebab Pada kasus ini ternjadi hiperplasia pada kelenjar sebaceus dan apokrin sehingga terjadi...

Mendeteksi Bahaya Tersembunyi: Salmonella spp. pada Telur dan Daging Ayam Lintas Pulau

Salmonelosis merupakan salah satu penyakit zoonotik berbasis makanan ( food-borne disease ) yang paling penting di seluruh dunia. Agen penyebab utamanya, Salmonella spp. , dapat menginfeksi manusia melalui konsumsi produk hewan yang terkontaminasi, terutama telur dan daging ayam. Produk unggas ini dikenal sebagai reservoir utama Salmonella spp. , sehingga menjadi titik kritis dalam upaya pengendalian dan pencegahan penyakit. Penularan Salmonella spp. terjadi sepanjang rantai makanan, mulai dari proses produksi di peternakan, penanganan pasca panen, hingga distribusi, termasuk saat produk dilalulintaskan antar pulau. Ketidakhigienisan selama proses ini meningkatkan risiko kontaminasi, memperbesar peluang penularan kepada konsumen. Dalam sebuah penelitian, dilakukan deteksi Salmonella spp. pada telur ayam konsumsi yang berasal dari empat pengirim berbeda antar pulau. Sebanyak 270 sampel diambil menggunakan metode acak berlapis dan diperiksa dengan metode konvensional. Has...