Langsung ke konten utama

MYASIS PADA ANJING


Pendahuluan
Myiasis merupakan infestasi larva lalat (diptera) pada jaringan kulit atau otot manusia maupun hewan (Wardhana 2006). Myiasis biasanya terjadi pada luka terbuka. Kasus myiasis disebabkan oleh adanya infestasi lalat Chrysomya bezziana dan Chrysomya megacephala (Wardhana 2006). Pada saat pemeriksaan fisik, umumya larva lalat akan langsung terlihat pada daerah luka. Larva akan menyebabkan luka semakin luas dengan membuat terowongan pada jaringan kulit dan otot (Farkas et al. 2009).  Kasus myiasis pada anjing pernah dilaporkan di salah satu penampungan anjing di Yunani, dilaporkan dari  163 anjing, terdapat 7 ekor diantaranya yang mendirita myiasis (Orfanou et al. 2011). Gejala dari penyakit ini ialah adanya bau menyengat dari hewan yang terkena, bila dilakukan pemeriksaan biasanya ditemukan larva lalat pada daerah luka terbuka.

Myiasis mempunyai tingkat morbiditas tinggi dan mortalitas rendah. Myiasis dapat bersifat fatal bila tidak dilakukan pengobatan dengan segera, bila terjadi dalam waktu yang lama akan menyerang organ vital, dan apabila terjadi infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, pemilik hewan tidak menyadari bahwa hewan kesayangannya terserang myiasis terutama pada hewan-hewan berbulu panjang. Penanganannya akan sulit karena infeksi larva sudah mencapai organ dalam (CFSPH 2007). Oleh karena itu diperlukan terapi yang tepat dalam penangan kasus myiasis.

Kasus
Kasus myiasis pada anjing yang diperiksa sudah terjadi cukup lama. Kasus ini diawali oleh adanya luka kecil pada regio kaki belakang dibagian daerah lateral kiri dan kanan dari vulva (Gambar 2). Sebelumnya Anjing ini pernah dilaporkan mengalami kasus miasis ± 2 Bulan yang lalu, pada daerah yang sama. 

Pada kasus ini, hanya dilakukan pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya tetesan darah dan bau amis pada regio kaki belakang. Di daerah lateral kanan dan kiri vulva terlihat adanya kerusakan jaringan berupa lubang yang dalam.  Pada daerah luka lubang tersebut, terdapat larva lalat yang cukup banyak.  

Adanya infestasi larva lalat pada jaringan, jelas menunjukkan bahwa anjing tersebut mengalami Myiasis. Diagnosa banding untuk kasus ini ialah Abscess, Cellulitis, dan Furunculosis  (Grammatikopoulou 2011). Dengan Penanganan yang tepat maka prognosa dari kasus myiasis umumnya baik. Hewan dapat sembuh kembali, walaupun dalam waktu yang cukup lama. 

Pengobatan kasus myiasis dilakukan secara sistemik dan lokal. Pengobatan sistemik yaitu dengan penyuntikan Ivomec® (ivermectin) sebanyak 0.5 ml/minggu. Sedangkan pengobatan lokal dilakukan dengan penyemprotan ivomec® 1 ml di daerah investasi larva. Kemudian dilakukan pengambilan Larva (Gambar 3) serta dengan pemberian obat anti parasit Gusanex® spray. Kemudian diberikan perubalsem 10 %.

Setelah tindakan pengobatan, larva mulai berkurang, selain itu karena dilakukan juga pemberian ivomec  larva yang tersisa sudah mati sehingga lebih mudah dalam pembersihan larva selanjutnya lebih mudah dilakukan.

Diskusi
Kasus myiasis merupakan suatu kondisi yang sangat khas, kasus ini ditunjukan dengan adanya infestasi larva lalat. Infestasi larva ini, biasanya dimulai oleh adanya luka terbuka yang tidak mendapatkan perawatan yang baik (Wardhana 2006). Lokasi myiasis pada anjing biasanya berada disekitar paha atau vagina (Orfanou et al. 2011).
 
Pada kasus ini, myiasis yang terjadi sangat dimungkinkan akibat adanya luka kecil pada daerah lateral vulva, luka ini kemudian berkembang menjadi kasus myasis akibat adanya infestasi dari larva lalat. Luka terbuka biasanya mengeluarkan darah segar yang akan menarik lalat betina untuk meletakan telurnya. Dalam waktu 12 – 24 jam telur akan menetas dan menjadi larva, kemudian menginfeksi jaringan. Larva dalam jaringan menyebabkan kerusakan menjadi semakin parah. Kondisi ini juga menyebabkan adanya bau amis yang sangat menyengat  (Wardhana 2006). Kondisi ini menyebabkan kasus myasis harus segera ditangani.

Penanganan kasus myiasis harus dilakukan secara berkala dan teratur. Hal ini untuk mencegah reInfeksi oleh larva lalat. Obat yang diberikan selama terapi adalah Ivomec®, Gusanex® spray, Peru balsem, NaCl, dan Karbol. Pengobatan myiasis pada kasus di salah satu penampungan di Yunani, dilakukan dengan pengambilan larva secara mekanik, pembersihan area luka, pemberian antiparasit injeksi dan agen antimikroba spektrum luas (Orfanou et al. 2011)..


Kesimpulan
Kasus myiasis dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat dan kondisi lingkungan yang baik.

Pustaka Acuan
[CFSPH] the Center for Food Security & Public Health. 2007. Screwworm myiasis. [terhubung berkala]. http://www.cfsph.iastate.edu/Disease Info/clinical-signs-photos.php?name= screwworm-myiasis [4 Januari 2012].
Farkas R, Hall MJR, Bouzagou AK, Lhor Y, Khallaayoune K. 2009. Traumatic myiasis in dogs caused by Wohelfahertia magnifica and its importans in the epidemiology of Wohelfahertiosis of livestock. J Mad Vet Entomol  23: 80-85.
Grammatikopoulou E. 2011. Myiasis Differential Diagnoses. [terhubung berkala]. http://emedicine.medscape.Com /article/1491170-differential [4 Januari 2012].
Orfanou DC, Papadopoulos E, Cripps PJ, Athanasiou LV, Fthenakis GC. 2011. Myiasis in a dog shelter in Greece: epidemiological and clinical features and therapeutic considerations. Vet Parasitol 181(2-4):374-8
Wardhana AH. 2006. Chrysomya bezziana penyebab myiasis pada hewan dan manusia: permasalahan dan penanggulangannya. Wartazoa 16 (3): 146-159.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distemper pada Anjing

Canine Distemper merupakan   salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi . Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al . 2000).   Canine distemper disebabkan oleh adanya infeksi Canine distemper virus dari genus Morbillivirus dan famili Paramyxoviridae. Gejala klinik yang ditimbulkan sangat bervariasi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat beragam, tergantung organ yang diserang. Virus distemper umumnya dapat menyerang beberapa sistem organ seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf dan kulit.   Infeksi canine distemper virus menyebabkan adanya lesio khas pada kulit yaitu Footpad Hyperkeratosis yang biasa disebut dengan Hard Pad Disease   ( Koutinas et al. 2004).   Gambar 1. Anak Anjing (Dokumentasi Pribadi) Canine distemper pertama kali di isolasi oleh Carre pada tahun 1905. Penyakit ini tersebar diseluruh belahan dunia. Di ind

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.

Abses pada sapi

Sapi perah Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup serius karena infeksi dari bakteri pembusuk . Abses itu sendiri merupakan reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi oleh jaringan yang meradang . Gejala khas abses adalah peradangan, merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden 2005).