Pada tahun 2025, pemerintah Indonesia berencana meningkatkan impor sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu nasional yang semakin meningkat. Kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap rendahnya produksi susu dalam negeri, yang hanya mampu memenuhi sebagian kecil dari permintaan. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada tahun 2022 total populasi sapi perah di Indonesia mencapai 592,90 ribu ekor, dengan produksi susu sebesar 926.348 ton. Produksi ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi total konsumsi susu nasional. Untuk mengatasi kekurangan ini, pemerintah, melalui cetak biru persusuan Indonesia, berencana meningkatkan populasi sapi perah menjadi 1,8 juta ekor guna mendongkrak produksi susu nasional. Namun, impor sapi perah ini tidak hanya menghadirkan solusi, tetapi juga risiko dan tantangan yang memerlukan perhatian lebih.
Sapi perah yang diimpor diharapakan memiliki
potensi genetik dan kualitas susu yang lebih tinggi, sehingga mampu meningkatkan jumlah produksi
susu, yang pada akhirnya
diharapkan dapat memenuhi target kebutuhan nasional dan mengurangi ketergantungan
terhadap produk susu impor. Meskipun sapi perah impor berpotensi meningkatkan
produksi susu nasional, mereka juga bisa menjadi pembawa penyakit yang
sebelumnya jarang ditemui di Indonesia. Penyakit-penyakit ini tidak hanya
mengancam kesehatan hewan tetapi juga bisa menjadi sumber penyakit zoonosis
yang menular ke manusia. Salah satu penyakit yang mungkin terbawa akibat kegiatan
importasi sapi perah ialah mamalian
tuberculosis.
Mamalian
tuberculosis merupakan
salah satu penyakit menular kronis yang dapat menyerang hewan mamalia dan
manusia. Berdasarkan panduan WOAH, mulai tahun 2022 istilah Bovine Tuberculosis digantikan dengan Mamalian Tuberculosis untuk mencerminkan
fakta bahwa infeksi ini tidak hanya disebabkan oleh Mycobacterium bovis, tetapi juga oleh spesies
lain dalam Mycobacterium
tuberculosis complex (Mtbc). Perubahan ini
mendukung pendekatan One Health, yang
mengaitkan kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan. Kasus mamalian tuberculosis selain dapat memberikan dampak serius bagi
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat, penyakit ini juga dapat menyebabkan
kerugian ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat khususnya bagi peternak sapi
perah akibat penurunan produksi susu. Potensi penyebaran penyakit mamalian tuberculosis dan kerugian yang
disebabkan lebih besar pada sapi perah dibandingkan dengan hewan lainya. Hal
ini disebabkan oleh fakta bahwa sapi perah biasanya memiliki masa hidup yang
lebih panjang dan berinteraksi lebih intensif dengan manusia, baik melalui
proses pemerahan maupun kontak langsung dalam pengelolaan sehari-hari. Walaupun demikian, tidak hanya penyakit tuberkulosis yang dapat
terbawa dari proses importasi sapi, banyak penyakit hewan lainya juga
berpotensi terbawa saat importasi sapi itu dilakukan.
Untuk mengurangi risiko
ini, diperlukan sistem biosekuriti dan karantina yang ketat terhadap sapi
impor. Prosedur pemeriksaan kesehatan menyeluruh, termasuk tes diagnostik untuk
berbagai agen patogen, harus dilakukan sebelum sapi-sapi tersebut bergabung
dalam peternakan lokal. Langkah ini penting untuk menjaga kesehatan hewan lokal
dan melindungi pekerja peternakan dari potensi infeksi zoonosis, sambil tetap
mendukung peningkatan
Dengan segala tantangan
yang ada, impor sapi perah bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, ia
menawarkan solusi bagi kekurangan produksi susu lokal, tetapi di sisi lain,
jika tidak dikelola dengan baik, bisa mendatangkan berbagai ancaman kesehatan
yang justru mengganggu produktivitas. Indonesia perlu belajar dari
negara-negara lain yang telah berhasil menjaga keseimbangan antara impor ternak
dengan protokol kesehatan yang ketat.
Penting juga bagi
pemerintah dan para pelaku industri susu untuk bekerja sama dalam mengedukasi
peternak mengenai manajemen kesehatan ternak yang baik. Dengan menjaga
kebersihan dan kesehatan sapi perah, serta meningkatkan pengawasan pada praktik
pemerahan dan peralatan yang digunakan, risiko penularan penyakit bisa
diminimalisir, sehingga peningkatan produksi susu dapat tercapai secara
berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar