Langsung ke konten utama

Tantangan dan Permasalahan Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit dan Klinik Hewan di Indonesia

Kesehatan hewan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami perkembangan. Hal ini terlihat dari munculnya unit-unit layanan kesehatan hewan seperti klinik atau rumah sakit hewan. Seiring dengan perkembangan sektor layanan kesehatan hewan ini, maka beberapa permasalahan juga muncul, termasuk diantaranya ialah dalam proses penanganan limbah. Dalam proses penanganan limbah rumh sakit dan klinik hewan berbagai tantangan dan permasalahan dihadapi di antaranya :

Peningkatan Jumlah Limbah dan Dampaknya: Peningkatan jumlah unit layanan kesehatan hewan juga akan diikuti oleh adanya peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan uni-unit kesehatan hewan ini bisa mengandung zat-zat berbahaya, seperti obat-obatan, bahan kimia medis, dan patogen yang dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak dikelola dengan baik


Lemahnya Regulasi Terkait Pengelolaan Limbah: Pengelolaan limbah di rumah sakit atau klinik hewan saat ini masih kurang diperhatikan karena rendahnya kesadaran atau peraturan yang lemah dalam penanganan limbah yang dapat mengakibatkan pencemaran air dan tanah, merugikan ekosistem, serta membahayakan kehidupan makhluk hidup. Aturan terkait pengelolaan rumah sakit dan klinik hewan tertuang dalam Permentan No 03 Tahun 2019 tentang Pelayanan Jasa Medik Veterinar dan SNI no 9184:2023 tentang Pelayanan Kesehatan Hewan – Rumah Sakit Hewan, Klinik Hewan, dan Praktik Dokter Hewan Mandiri. Walaupun demikian kedua aturan ini masih belum mengatur secara rinci terkait pengelolaan limbah yang dihasilkan. Kurangnya ketentuan yang rinci dapat mengakibatkan rendahnya kualitas implementasi. Kurangnya pemantauan dan penegakan regulasi juga menjadi kendala dalam menciptakan praktik pengelolaan limbah yang baik.

Rendahnya Kesadaran dan Keterbatasan Sumber Daya: Kesadaran akan dampak limbah dari rumah sakit dan klinik hewan masih rendah di kalangan praktisi kesehatan hewan. Kurangnya edukasi dan pelatihan terkait pengelolaan limbah menyebabkan banyak fasilitas kesehatan hewan tidak menerapkan praktik yang efektif. Selain itu, keterbatasan sumber daya, baik itu dana maupun tenaga ahli, juga menjadi kendala dalam mengimplementasikan sistem pengelolaan limbah yang efisien.

Kurangnya Infrastruktur dan Teknologi Tepat: Beberapa rumah sakit dan klinik hewan di Indonesia mungkin belum dilengkapi dengan infrastruktur dan teknologi yang sesuai untuk pengelolaan limbah yang baik. Infrastruktur dan Teknologi pengolahan limbah membutuhkan investasi dan pemeliharaan yang kontinyu. Kurangnya akses terhadap teknologi tepat dapat menghambat kemajuan dalam penanganan limbah cair.

Perlunya Keseragaman dan Standar Pengelolaan Limbah: Keseragaman dalam pengelolaan limbah di rumah sakit dan klinik hewan perlu ditegakkan. Standar yang jelas dan konsisten dapat membantu menciptakan kerangka kerja yang lebih solid untuk pengelolaan limbah. Pemberian insentif atau sanksi yang berlaku dengan tegas juga dapat mendorong praktik pengelolaan limbah yang lebih baik.

Agar limbah yang berasal dari unit-unit kesehata hewan ini dapat diatasi maka beberapa langkah langkah strategis yang dapat dilakukan ialah :

Revisi dan Penguatan Regulasi: Mendorong pemerintah untuk merevisi dan memperkuat regulasi terkait pengelolaan limbah di rumah sakit dan klinik hewan agar lebih terinci dan dapat diimplementasikan dengan baik.

Penyuluhan dan Pelatihan: Melakukan program penyuluhan dan pelatihan secara teratur kepada tenaga kesehatan hewan dan pengelola fasilitas kesehatan hewan agar memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya dan cara pengelolaan limbah yang benar.

Peningkatan Infrastruktur dan Teknologi: Mendukung investasi dalam infrastruktur dan teknologi yang diperlukan untuk pengelolaan limbah yang efisien, termasuk pembaruan sistem pengolahan limbah yang lebih modern.

Pengawasan dan Audit Rutin: Menerapkan sistem pengawasan dan audit rutin untuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan hewan mematuhi regulasi dan praktik pengelolaan limbah yang benar.

Pengelolaan limbah di rumah sakit dan klinik hewan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan serius. Dengan memperkuat regulasi, meningkatkan kesadaran, dan melibatkan berbagai pihak, dapat diciptakan sistem pengelolaan limbah yang lebih baik dan lebih berkelanjutan. Upaya bersama dari pemerintah, praktisi kesehatan hewan, dan masyarakat perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini demi menjaga kesehatan lingkungan, hewan, dan masyarakat sekitar.

 


Komentar

  1. Aturan penderian klinik hewan saja susah... apalagi tambahan aturan lagi.. 😅

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stud tail ( Feline Tail Gland Hyperplasia)

Pernah punya kucing yang ekornya selalu kotor berwarna hitam , kadang berkerak, bahkan sampai bisa menyebabkan kebotakan? Klo teman-teman punya kasus serupa ini biasa disebut Stud tail   atau istilah kerenya Feline Tail Gland Hyperplasia. Pengertian Kasus Stud Tail merupakan suatu kondisi ketika ekor kucing jantan memiliki kelenjar Apokrin ( keringat )   dan kelenjar Sebaceus ( minyak) yang aktif pada bagian atas ekor. Kelenjar ini menghasilkan hipersekresi lilin yang membuat lesi kucing menjadi berkerak dan membuat kerontokan pada rambut (bulu). Jika kondisi ini sudah parah, maka bisa membuat ekor kucing menjadi rentan terhadap infeksi bakteri dan menyebabkan bau tak sedap. Kasus ini umumnya terjadi pada kucing jantan walaupun demikian tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada kucing betina. Selain di bagian ekor kondisi ini juga bisa terjadi dibagian bawah dagu kucing. Penyebab Pada kasus ini ternjadi hiperplasia pada kelenjar sebaceus dan apokrin sehingga terjadi...

Japanese Encephalitis di Indonesia

Japanese Encephalitis (JE) merupakan penyakit zoonosa yang dapat menyebabkan terjadinya radang otak pada hewan dan manusia. Penyakit ini bersifat arbovirus karena ditularkan dari hewan kemanusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini telah menyebar luas di Asia bagian Timur seperti Jepang, Korea, Siberia, China, Taiwan, Thailand, laos, Kamboja, Vietnam. Philipina, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Banglades, India, Srilangka, dan Nepal. Di Indonesia, kasus JE pertama kali dilaporkan pada tahun 1960 ( Erlanger 2010) . Kasus JE banyak di laporkan di daerah Bali. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. 2009 menyebutkan bahwa identifikasi kasus encephalitis dirumah sakit di Bali antara tahun 2001-2004 menemukan 163 kasus encephalitis dan 94 diantranya secara serologis mengarah pada kasus JE. Selain itu , kasus JE pada manusia juga dilaporkan di beberapa daerah yaitu di Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggra Tim...

Cacingan Pada Hewan Kesayangan (Anjing dan Kucing)

Tau gak ?? kalau hewan kesayangan anda bisa terkena C acingan ?  dan parahnya lagi.. cacingan pada hewan kesayangan anda bisa menular kemanusia...  Biar lebih paham dan lebih jelas, ayo kita bahas cacingan pada hewan kesayangan ini secara lebih mendalam Cacingan atau helminthiasis, merupakan persoalan penting yang banyak diremehkan oleh pemilik hewan. Padahal kondisi cacingan dapat menyebabkan efek yang sangat merugikan, bahkan dapat menyebabkan kematian. Lebih parahnya lagi ternyata ada beberapa jenis cacing yang bersifat zoonotik artinya dapat menular dari hewan ke manusia. Selain karena berbahaya, penyakit cacingan juga ternyata merupakan salah satu penyakit yang sangat sering ditemukan pada hewan. Laporan dari Suratma et al . pada tahun 2016 menunjukkan bahwa tingkat kejadian kecacingan pada kucing di daerah Badung, Bali mencapai 90,97 %. Lebih spesifik lagi pernah dilaporkan jumlah pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang terinfeksi cacing Ancylostoma sp...