Langsung ke konten utama

Abses pada sapi


Sapi perah
Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup serius karena infeksi dari bakteri pembusuk. Abses itu sendiri merupakan reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi oleh jaringan yang meradang. Gejala khas abses adalah peradangan, merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden 2005).

Kondisi abses pada sapi perah
Abses bisa terjadi pada setiap jaringan solid tetapi yang sering terjadi pada kulit, paru-paru, otak, ginjal dan tonsil. Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah nanah menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Abses dapat bersifat akut maupun kronik. Umumnya kondisi abses yang bersifat akut ditunjukan dengan pembengkakkan, peningkatan suhu (panas), dan adanya rasa sakit. Kondisi selanjutnya akan diiikuti oleh adanya penurunan suhu tubuh dan mulai berkurangnya rasa sakit. Abses kronis merupakan lanjutan dari abses akut, dimana abses berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Abses ini dicirikan dengan kerasnya jaringan pada lesio abses karena terbentuknya fibrosis, dan suhu daerah lesio dingin. Abses kronik biasanya berwarna merah keabu-abuan. Selain itu, terdapat sedikit atau bahkan tidak ada vaskularisasi di daerah lesio atau di sekitarnya. Pus pada abses kronik biasanya berbentuk serosa (Boden 2005).

Kondisi abses biasanya diawali oleh adnaya perlukaan pada tubuh. Adanya luka terbuka memungkinkan masuknya agen mikroba. Agen mikroba yang masuk dalam tubuh kemudian memicu terjadinya reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi ini akan ditunjukkan salah satunya dengan kondisi abses. 

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati kondisi abses ialah dengan pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan dengan membuat lubang pada daerah abses kemudian dilakukan pembersihan rongga abses dari jaringan mati. Diusahakan pembersihan ini dilakukan hingga rongga abses benar-benar bersih dari jaringan mati dengan membuat luka baru. Rongga abses yang telah disayat dibiarkan tetap terbuka agar penyembuhan lebih cepat terjadi. Menurut Boden (2005), abses yang telah dibuka biasanya memberikan hasil paling baik dengan membiarkan lubang tidak tertutup.

Pengobatan abses juga dapat menggunakan antibiotik. Salah satu contoh antibiotic yang dapat diberikan pada kondisi abses ialah penstrep (Penisilin sreptomisin). Penicillin-streptomisin merupakan agen bakterisida yang berspektrum luas dan efektif membunuh bakteri gram positif. Penicillin  memiliki struktur beta laktam yang mampu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat enzim bakteri yang diperlukan untuk pemecahan sel dan sintesis selular (Plumb 2005).


Daftar Pustaka
Boden E. 2005.  Black’s Veterinary Dictionary 21st. London: A&C Black
Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook 5thedition. USA: Blackwell Publishing

Komentar

  1. asslamualikum..,
    terimakasih pa dokter ats infonya.., dan kalo boleh kami diberi info lbh banyak lagi tentang penyakit pada hewan besar dan pengebobatanya terutama pada domba dan kambing.

    BalasHapus
  2. Ilmu tiada pernah habis untuk digali,trims postingannya ^-^

    BalasHapus
  3. Dok kasus bengkak pada gelambir sapi bernanah ..bagai mana cara pengobatanya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distemper pada Anjing

Canine Distemper merupakan   salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi . Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al . 2000).   Canine distemper disebabkan oleh adanya infeksi Canine distemper virus dari genus Morbillivirus dan famili Paramyxoviridae. Gejala klinik yang ditimbulkan sangat bervariasi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat beragam, tergantung organ yang diserang. Virus distemper umumnya dapat menyerang beberapa sistem organ seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf dan kulit.   Infeksi canine distemper virus menyebabkan adanya lesio khas pada kulit yaitu Footpad Hyperkeratosis yang biasa disebut dengan Hard Pad Disease   ( Koutinas et al. 2004).   Gambar 1. Anak Anjing (Dokumentasi Pribadi) Canine distemper pertama kali di isolasi oleh Carre pada tahun 1905. Penyakit ini tersebar diseluruh belahan dunia. Di ind

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.