Langsung ke konten utama

Potensi Penularan Tuberkulosis pada Manusia Melalui Hewan Kesayangan Anjing dan Kucing

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular pada manusia yang menyebabkan kasus kematian yang cukup tinggi. Di Indonesia sendiri, kasus infeksi TB cukup tinggi bahkan Indonesia berada di peringkat kedua dunia untuk kasus Tuberkulosis tertinggi di dunia setelah India. Penyakit TB disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meskipun TB telah lama menjadi fokus perhatian medis, hubungan antara manusia dan hewan kesayangan, terutama anjing dan kucing, menjadi subjek yang semakin menarik untuk dipelajari. 

Anjing dan kucing dapat terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan bakteri lain yang terkait dengan TB, seperti Mycobacterium bovis. Meskipun jarang, kasus infeksi TB pada hewan kesayangan telah dilaporkan di berbagai belahan dunia. Salah satu peneliti di Amerika Serikat, melaporkan bahwa terdapat korelasi antara kasus tuberkulosis pada kucing dan manusia yang tingggal pada satu rumah yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi penualran Tuberkulosis anatar manusia dan hewan. Hewan yang terinfeksi TB mungkin tidak menunjukkan gejala yang jelas, sehingga sulit untuk dideteksi. Namun, mereka masih dapat menyebarkan bakteri penyebab TB melalui air liur, kotoran, atau sekresi lainnya.

Salah satu cara utama penularan TB dari hewan kesayangan ke manusia adalah melalui kontak langsung. Misalnya, saat manusia mencium, memeluk, atau berbagi makanan dengan hewan yang terinfeksi, bakteri dapat ditularkan dengan mudah. Terutama bagi individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, risiko penularan dapat meningkat secara signifikan.

Bakteri TB dapat bertahan hidup di lingkungan selama periode yang cukup lama, terutama di area dengan kelembaban dan ventilasi yang buruk. Jika hewan kesayangan terinfeksi TB dan lingkungannya tidak dikelola dengan baik, risiko penularan kepada manusia dapat meningkat secara signifikan.

Untuk mengurangi risiko penularan TB dari hewan kesayangan anjing dan kucing ke manusia, langkah-langkah pencegahan yang tepat sangatlah penting:

1. Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin pada hewan kesayangan oleh dokter hewan dapat membantu mendeteksi TB lebih awal.

2. Pengelolaan Lingkungan: Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal hewan kesayangan dengan baik dapat mengurangi risiko kontaminasi bakteri TB.

3. Pencegahan Kontak Langsung: Menghindari kontak langsung yang berlebihan dengan hewan yang terinfeksi TB dapat membantu mencegah penularan.

Penularan TB dari hewan kesayangan anjing dan kucing ke manusia merupakan potensi yang patut diperhatikan. Dengan pemahaman yang baik tentang cara penularannya dan langkah-langkah pencegahan yang tepat, kita dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit ini. Pemeriksaan kesehatan rutin, pengelolaan lingkungan yang baik, dan kesadaran akan risiko adalah kunci untuk menjaga kesehatan manusia dan hewan kesayangan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distemper pada Anjing

Canine Distemper merupakan   salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi . Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al . 2000).   Canine distemper disebabkan oleh adanya infeksi Canine distemper virus dari genus Morbillivirus dan famili Paramyxoviridae. Gejala klinik yang ditimbulkan sangat bervariasi. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat beragam, tergantung organ yang diserang. Virus distemper umumnya dapat menyerang beberapa sistem organ seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf dan kulit.   Infeksi canine distemper virus menyebabkan adanya lesio khas pada kulit yaitu Footpad Hyperkeratosis yang biasa disebut dengan Hard Pad Disease   ( Koutinas et al. 2004).   Gambar 1. Anak Anjing (Dokumentasi Pribadi) Canine distemper pertama kali di isolasi oleh Carre pada tahun 1905. Penyakit ini tersebar di...

Kasus Displasia Abomasum pada Sapi

Displasia Abomasum (DA) merupakan suatu kondisi dimana terjadi perpindahan abomasum dari lokasi yang sebenarnya.  Umumnya kasus DA banyak terjadi pada sapi perah ( Friesian Holstein ) yang memiliki produksi susu yang tinggi. Kasus ini biasanya terjadi pada akhir masa kebuntingan berkisar 2 minggu sebelum kelahiran (2 minggu prepartus ) dan pada awal masa laktasi yaitu sekitar 8 minggu setelah kelahiran (8 minggu post partus). Selain sapi, kasus DA juga dapat terjadi pada jenis ruminansia lainya, walaupun kasus pada rumininasia lainnya jarang terjadi.

Stud tail ( Feline Tail Gland Hyperplasia)

Pernah punya kucing yang ekornya selalu kotor berwarna hitam , kadang berkerak, bahkan sampai bisa menyebabkan kebotakan? Klo teman-teman punya kasus serupa ini biasa disebut Stud tail   atau istilah kerenya Feline Tail Gland Hyperplasia. Pengertian Kasus Stud Tail merupakan suatu kondisi ketika ekor kucing jantan memiliki kelenjar Apokrin ( keringat )   dan kelenjar Sebaceus ( minyak) yang aktif pada bagian atas ekor. Kelenjar ini menghasilkan hipersekresi lilin yang membuat lesi kucing menjadi berkerak dan membuat kerontokan pada rambut (bulu). Jika kondisi ini sudah parah, maka bisa membuat ekor kucing menjadi rentan terhadap infeksi bakteri dan menyebabkan bau tak sedap. Kasus ini umumnya terjadi pada kucing jantan walaupun demikian tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada kucing betina. Selain di bagian ekor kondisi ini juga bisa terjadi dibagian bawah dagu kucing. Penyebab Pada kasus ini ternjadi hiperplasia pada kelenjar sebaceus dan apokrin sehingga terjadi...